1.17.2009

Ancaman Krisis Ekonomi Dunia

Akhirnya, DPR AS menyetujui revisi program dana penyelamatan (bailout) sistem keuangan AS pada Sabtu (4/10). DPR Amerika Serikat (AS) sebelumnya menolak program ini yang menyebabkan terjadinya kepanikan pasar keuangan dan kejatuhan harga saham secara tajam di seluruh bursa dunia. Indeks Dow Jones jatuh tajam 778 poin atau 6.9 persen (30/9).
Penolakan terjadi karena pro-kontra di DPR AS karena bailout menyangkut dana pajak rakyat AS sebanyak US$ 700 miliar. Dana tersebut dimasukkan dalam program penyelamatan sistem keuangan AS, di tengah tingginya utang AS yang hampir menyamai nilai produk domestik bruto (PDB) AS sebesar US$ 13 triliun.
Indeks Dow Jones jatuh 1,5 persen ke level 10.325 setelah persetujuan DPR AS mengindikasikan bahwa pasar tidak cukup yakin program ini mampu mengatasi krisis kredit macet dan dapat mencegah resesi ekonomi. Keraguan ini tercermin di seluruh bursa Asia yang terus mengalami penurunan tajam hingga pada perdagangan Senin (6/10). Bursa Singapura STI turun tajam 5.43 persen dan BEI adalah bursa yang mengalami penurunan terbesar di Asia, yaitu 10.43 persen.
Tetapi persetujuan ini diyakini sebagai langkah awal mengatasi krisis keuangan AS, dan sementara waktu menghindarkan terjadinya kemacetan sistem keuangan yang terjadi akibat hilangnya kepercayaan para pelaku ekonomi yang akan melumpuhkan sektor riil dunia usaha AS.
Dalam satu bulan terakhir, krisis ini secara cepat telah menyebabkan 159.000 orang kehilangan pekerjaan. Persentase tingkat pengangguran saat ini sebesar 6,1 persen naik dari 4,7 persen dibandingkan tahun lalu, dan para ekonom memperkirakan tingkat pengangguran mencapai 7,5 persen pada akhir tahun 2009. Kondisi ini merupakan yang tersulit yang dialami rakyat AS sejak tahun 1964.
Sesungguhnya, cerita pahit dalam pasar modal sudah terjadi sejak dulu seperti ledakan bubble spekulasi bunga tulip tahun 1637 di Holand atau the great depression 1920-1932 di AS yang mengempaskan investor ke dalam kerugian besar. Masyarakat pun kehilangan lapangan pekerjaan akibat kebangkrutan korporasi. Cerita yang sama berulang dengan krisis subprime saat ini yang menyeret perekonomian AS ke dalam resesi akibat kerugian yang menimpa berbagai raksasa korporasi keuangan dunia di dalam pengelolaan dana investasi properti dan transaksi spekulatif derivatif dalam jumlah triliunan dolar AS di berbagai bursa dunia.
Di dalam pasar dunia yang terintegrasi, kebangkrutan suatu korporasi keuangan akan disusul oleh kebangkrutan korporasi keuangan lainnya dalam satu peristiwa contagion yang sangat dahsyat, yang ujungnya menyebabkan terjadinya gelombang pengangguran yang tinggi, tidak hanya di AS tetapi mungkin juga di Eropa, Jepang, China, dan negara-negara lainnya.

Pengaruh terhadap Indonesia
Pengaruh krisis keuangan AS juga melanda korporasi keuangan Eropa dan Jepang yang aktif melakukan investasi di industri properti serta perdagangan derivatif hedge fund di pasar AS. China sebagai salah satu negara yang memiliki kekuatan ekonomi di Asia diperkirakan akan mengalami perlambatan pertumbuhan ekonomi sebesar 2 persen dari 10 persen menjadi 8 persen tahun ini.
Perlambatan perekonomian dunia ini akan membuka peluang terjadinya arus impor yang sangat besar karena mengecilnya permintaan pasar ekspor dunia, terutama negara AS. Sementara tingkat inflasi dan pengangguran yang tinggi masih tetap menjadi masalah ekonomi Indonesia yang belum dapat teratasi.
Dua agenda mendesak yang harus dicermati pemerintahan Susilo Bambang Yudhoyono-Jusuf Kalla ke depan yaitu agenda penurunan laju inflasi tanpa mengganggu likuiditas keuangan saat ini. Kebijakan kenaikan harga minyak di waktu lalu menciptakan kondisi yang kurang menguntungkan bagi pertumbuhan sektor riil dalam meningkatkan pertumbuhan ekonomi dan menekan tingkat pengangguran ke tingkat lebih rendah.
Kemudian adalah agenda jangka menengah, yaitu membangun, menguasai, dan mengelola sumber daya alam (pertambangan, energi, perkebunan), industri atau usaha sektor riil yang mandiri sepenuhnya. Krisis ini akan memberi pelajaran kepada kita, di mana masing-masing negara akan melindungi dan mengamankan kepentingan dalam negerinya sendiri dari ancaman serius krisis dunia. Sangat memungkinkan Eropa, China, Jepang dan negara lainnya akan saling menutup pintu memberikan peluang ekspor bagi negara lain.
Kondisi pasar modal/uang akan terus bergerak dengan volatilitas yang terus tinggi yang dipengaruhi risiko sistematik. Perlambatan perekonomian dunia dan penurunan harga komoditas menuntut penyesuaian/koreksi harga-harga saham berbasis komoditas yang beberapa tahun terakhir ini menjadi primadona dan berkontribusi signifikan terhadap kenaikan Indeks Harga Saham Gagungan (IHSG).
Investor pasar modal jangka menengah dan panjang sebaiknya tetap menjaga keyakinan dan optimisme akan banyak saham berada di bawah nilai fundamental.
Peristiwa kehancuran pasar modal 1929 di AS. Program CCC (Program Civilian Conservation) untuk mengatasi pengangguran dengan membuka lapangan pekerjaan seperti penanaman pohon, pemadaman kebakaran hutan, pembangunan jalan raya. 1800 orang direkrut CCC di Fort Slocum, New York. n

Tidak ada komentar:

Posting Komentar